Thursday, December 11, 2014

ilmu pengetahuan dan teknologi menurut islam



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an al-Karim sebagai suatu mukjizat yang terbesar bagi Nabi Muhammad Saw, amat dicintai oleh kaum muslimin karena fashahah (ketepatan sasaran) serta balaghah (keindahan ucapan)-nya sehingga sangat patut dijadikan sumber kebahagiaan hidup didunia dan diakherat. Kecintaan umat terhadap al-Qur’an terbukti dengan perhatian umat besar terhadap pemeliharanya semenjak turunnya pada masa Rasulullah hinggatersusun sebagai suatu mushaf dimasa Ustman bin Affan. Kemudian setelah Ustman mereka memperbaiki tulisannya dan menambah harakat dan titik pada huruf-hurufnya, agar mudah dibaca oleh umat Islam yang belum mengerti bahasa  Arab.[1]
Karena kecintaannya kepada al-Qur’an dan untuk membuktikan kebenarannya, maka banyak para Ulama dan ilmuan yang mengupas isinya dengan cara menyusun dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti, bahasa Arab, syari’at, filsafat, akhlak, ekonomi, dan lain sebagainya. Sehingga menjadi buku-buku ilmiah yang memenuhi perpustakan-perpustakan Islam dikota-kota besar seperti Baghdad, Mesir, Cordova dan lain-lain.Mereka melakukan semua itu dalam rangka manifestasi ayat-ayat Alloh yang berhubungan dengan Ilmu Pengetahuan.[2]

            Kecintaan Ulama dan Ilmuan terhadap al-Qur’an menjadikan berkembangnya Ilmu  dan melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan yang baru. Namun bagaimanakah pandangan al-Qur’an mengenai Ilmu pengetahuan?makalah ini akan membehas pandangan al-Qur’an mengenai Ilmu Pengetahuan.



B.      Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Ilmu Pengetahuan dan teknologi?
2.      Bagaimana seseorang mendapatkan ilmu pengetahuan?
3.      Bagaimana pandangan ilmuan menurut Rasullulah?
4.      Bagaimana pandangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam al-Qur’an?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ilmu Pengetahuan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia ilmu pengetahuan adalah suatu bidang yang tersusun secara system menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu dibidang pengetahuan.[3]sementara teknologi adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis; ilmu pengetahuan terapan.[4]
Ilmu pengetahuan atau disebut juga dengan sains, secara singkat dan sederhana dapat didefinisikan sebagai ‘Himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui suatu proses pengkajian secara empiric dan dapat diterima oleh rasio’. Adapun teknologi adalah ‘penerapan konsep ilmiah yang tidak hanya bertujuan menjelaskan gejala-gejala alam untuk pengertian dan pemahaman’, namun lebih jauh lagi bertujuan untuk memanipulasi factor-faktor yang terkait dalam gejala-gejala tersebut, untuk mengontrol dan mengarahkan proses yang terjadi. jadi teknologi befungsi sebagai sarana memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia. Dengan kata lain,teknologi adalah penerapan sains secara sistematis untuk menegetahui dan mengendalikan alam disekeliling kita, dalam suatu proses produktif ekonomis untuk menghasilkan sesuatu yang bernmanaat bagi umat manusia.[5]
Menurut Probst, Raub dan Romhardt (2000), pengetahuan adalah keseluruhan kognisi dan keterampilan yang digunakan oleh manusia untuk memecahkan masalah. Sedangkan definisi paling sederhana dari pengetahuan adalah kapasitas untuk melakukan tindakan.[6]

Kedua definisi tersebut menjelaskan bawasannya antara ilmu pengetahuan dan teknologi disamping memiliki nisbah atau keterkaitan yang sangat erat, juga memiliki peran dan fungsi yang sama. Nisbah antara ilmu pengetahuan dan teknologi adalah keberadaan teknologi merupakan penerapan seluruh konsep atau teori yang terdapat didalam ilmu penegtahuan.Adapun didalam peran dan fungsinya, ilmu pengetahuan atau tekhnologi sama-sama merupakan jembatan yang menghubungkan seluruh kekayaan alam dan sumberdaya dengan kebutuhan manusia secara materiel.
Sementara Nurcholish madjid (1992: 264) mencarengatakan penggunaan kata versus di dalam bukunya hanyalah untuk mencari kemudahan dallam pemilihan kata maka tidak dikehendaki penefsiran langsung atas arti pertentangan.Kepercayaan tidak selalu bertentangan dengan ilmu pengetahuan, begitulah banyak klaim dari tokoh agama, dan hal ini didukung oleh banyak bukti, sejarah umat manusia telah memuat bukti-bukti bahwa hubungan antara kepercayaan (agama) dan ilmu pengetahuan tidak selalu harmonis.Antagonisme diantara keduanya, sebagaimana diwakili oleh masing-masingpendukungnya, untuk mempengaruhi kehidupan yang orang banyak dalam jangka waktu yang cukup lama.[7]
Perbedaan antara substansi wilayah ilmu dan agama sebenenimbulkanarnya telah menimbulkan pencairan metode dan pendekatan yang tepat dalam studi agama (Islam). Albert Einstein (1897-1955), seorang Ahli Fisika dari Jerman penemu teori relativitas telah membuka jalan baru bagi Ilmu Fisika sehingga ia mendapat hadiah Nobel pada tahun 1931. Ketika menulis ‘i Belong to the rank the religion man’, ia menyatakan bahwa tugas mulia Ahli Fisika adalah menemukan hokum-hukum dasar universal. Yang dari hkum-hukum tersebut, kosmos dapat dibangun dengan deduksi murni.Pengetahuan demikian terdapat pada pusat keagamaan yang hakiki.Dalam pengertian ini, dan hanya dalam pengertian inilah,Enistein termasuk golongan orang-orang yang religious penuh pengabdian. Emosi yang paling indah dan paling mendalam adalah kesadaran akan perkara-perkara yang sifatnya spiritual.[8]


B.     Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan
Sampai saat ini para filosof masih berselisih pendapat tentang cara-cara memperoleh ilmu pengetahuan.dari polemik berkepanjangan sampai saat ini lahir beberapa pendapat atau aliran diantanya empirisme, rasionalisme dan intuisisme.[9]
Empirisme berasal dari bahasa Yunani artinya pengalaman.Menurut paham ini, manusia memperoleh ilmu pengetahuan melelui pengelaman indranya.Manusia pada awal kelahirannya kosong, tidak memiliki pengetahuan apapun kemudian penalamannyalah yang mengisi jiwa yang kosong itu.Dari situlah dia mulai menerima pengetahuan.namun, fungsi dan peran indra sangat terbatas sehingga memiliki banyak kelemahan, diantaranya benda besar ditempat jauh terlihat kecil, atau benda lurus dimasukkan kedalam air terlihat bengkok. Oleh karena itu pengetahuan yang dihasilkan berdasarkan empirisme sangat relatif dan kurang diterima oleh para filusuf, terutama menurut orang-orang yang menganut paham rasionalisme.
Kemudian muncul aliran rasionalisme, aliran ini menyatakan bahwa pengetahuan yang benar hanya dapat diperoleh dan diukur dengan akal. Menurut aliran rasionalisme, kekeliruan pada empirisme yang disebabkan kelemahan indra dapat dikoreksi jika akal digunakan. Benda besar terlihat kecil karean benda itu berada ditempat yang jauh sehingga bayangan yang jauh dimata tampak kecil, begitu pula benda lurus yang terlihat bengkok. Kendatipun demikian rasionalime tidak mengingkari peran indra dalam memperoleh pengetahuan. pengelaman indra diperlukan untuk merangsang akal dan memberrikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja secara efektif. Kerjasama antara empirisme dan rasionalisme ini memunculkan metode sains (scientific method) metode ini pada akirnya melahirkan pengetahuan sains (scientific knowlage) atau pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan.kendatipun demikian, menurut aliran rasionalisme, sampainya manusia kepada kebenaran adalah semata-mata dengan akal.[10]
Bukan hanya indra yang terbatas, akal juga tebatas, sebab setiap objek yang ditangkap, baik oleh indera maupun oleh akal selalu berubah sehingga pengetahuan juga tidak pasti. Indra dan akal hanya dapat memahami suatu objek bila mengonsentrasikan dirinya pada objek tersebut, namun indra dan akal tidak dapat mengetahuinya secara keseluruhan, ia hanya mengetahui bagian-bagian itu digabungkan menjadi satu. Adanya keterbatasan indera dan akal mendorong para filusuf untuk menemukan kemampuan tingkat tinggi yang melebihi kemampuan indera dan akal, yaitu intusis (intuisisme).Dengan intuisi manusia dapat memahami kebenaran yang utuh, tetap dan menyeluruh, intuisi ini dapat menangkap objek secara langsung, tanpa melalui pemikiran yang panjang.
Terlepas dari aliran-aliran tesebut, al-Qur’an menawarkan metode ilmih yang realistis dan simultan, jauh dari perdebatan teoritis dan hipotitis yang menyababkan perbedaan pemikiran dan pemahaman.Dalam operasinya metode ini ditopang oleh dua factor.Pertama, menggunakan dan memanfaatkan pengalaman orang lain, baik dari kalangan dulu maupun sekarang.Kedua, menggunakan akal dalam upaya mencari kebenaran agar agar memperoleh petunjuk atau hidayah, dalam hal ini al-Qur’an mengisyaratkan:
¨bÎ)Îûy7Ï9ºsŒ3tò2Ï%s!`yJÏ9tb%x.¼çms9ë=ù=s%÷rr&s+ø9r&yìôJ¡¡9$#uqèdurÓÎgx©ÇÌÐÈ
 Artinya:
‘Sesungguhnya pada yang demikian itu bener-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan penndengarannya, sedang ia menyaksikannya.
(QS. Qof :37).
Disamping itu,  ayat al-Qur’an tersebut juga mengisyaratkan media yang digunakan oleh kedua factor tersebut, yakni factor pertama melalui pendengaran dan factor kedua menggunakan akal, namun al-Qur’an tidak hanya memberikan isyarat, lebih jauh ia meletakkan kerangka-kerangka ilmiahnya yang sangat cermat dan mendetail. Kerangka-kerangka ilmiah tersebut adalah berikutini .[11]
Factor pertama:Pewarisan pengalaman
aktor pertama ini didasarkan atas bangkitnya setiap genarasi untuk mengajarkanpengalaman dan aneka pengetahuan kepada generasi berikutnya. Meeka yang pandai bersedia memberikan petunjuk kepada yang belum pandai. Dengan cara inilah, umat manusia akan lebih maju dan berkembang baik al-Qur’an maupun hadist telah meletakkan kandungan yang cukup tegas dan jelas agar pengetahuan sampai pada akal dan pendengaran.
factor kedua, Pemikiran logis
factor kedua ini merupakan factor pengalaman praktis yang didasarkan atas pemikiran logis. Hal ini telah digambarkan al-Qur’an dengan dasar-dasar sebagai berikut
1.      Harus membebaskan pikiran dari belengu taqlid atau tradisi yang diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang serta dari kungkungan yang meliputi kita sejak kecil. Dengan cara ini, kita dapat berpikir dan meneliti secara bebas dan netral, sehingga dapat memperoleh kebenaran yang otentik.
Ÿ@»s%öqs9urr&Oä3çGø¤Å_3y÷dr'Î/$£JÏBöN?y_urÏmøn=tãö/ä.uä!$t/#uä((#þqä9$s%$¯RÎ)!$yJÎ/OçFù=Åöé&¾ÏmÎ/tbrãÏÿ»x.ÇËÍÈ
Artinya:
          (Rosul) berkata: apakah kamu akan mengikutinya juga, sekalipun aku membewa untukmu agama yang lebih nyata member petunjuk dari apa yang kamu dapati dari bapak-bapakmu mengenutnya? Mereka menjwab: sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu disuruh untuk menyamaikannya. (QS Az-Zukhuf: 24)
2.      Al-Qur’an mengajak kita menggunakan panca indra dan akal dalam mengamati pengalaman, baik yang bersifat materiil maupun spiritual. Indera dan akal saling menyempurnakan anrata keduanya tidak tepisash dan tidak berdiri sendiri sebagaimana di kalaim oleh filsafat empirisme dan rasionalisme.
ª!$#urNä3y_t÷zr&.`ÏiBÈbqäÜç/öNä3ÏF»yg¨Bé&ŸwšcqßJn=÷ès?$\«øx©Ÿ@yèy_urãNä3s9yìôJ¡¡9$#t»|Áö/F{$#urnoyÏ«øùF{$#ur öNä3ª=yès9šcrãä3ô±s?ÇÐÑÈ

Artinya:
Dan Alloh telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, kemudian Dia (Alloh) memberi kamu pen-Ndengaran, pernglihatan, dan hati agar kamu bersyukur.
(QS. An-Nahl: 78).
3.      Selain indera dan akal, ada lagi pemberian Alloh yang tersembunyi yang dianamakan hikmah, orang-orang sufi menyebutnya basirah mulbamah, sedangkan para filosof modern  menyebutnyaintuisi. Disamping al-Hikamh Alloh memberi an-nur/ cahaya dan al-fariqahatau al-furqon, artinya pembeda antara yang haq dengan yang batil. Hikmah ini  tidak bisa diketahui dengan akal dan indra, tetapi bisa diketaui dengan apa dibalik itu. Ahli psikologi menyebutnya indra keenam. Kekuatan tersembunyi tersebut diberikan Alloh kepada orang yang sudah mencapai derajat taqqarub (dekat) kepada-Nya.
ÎA÷sãƒspyJò6Åsø9$#`tBâä!$t±o4`tBur|N÷sãƒspyJò6Åsø9$#ôs)sùuÎAré&#ZŽöyz#ZŽÏWŸ23$tBur㍞2¤tƒHwÎ)(#qä9'ré&É=»t6ø9F{$#ÇËÏÒÈ

Artinya:
Allah memberikan hidayah bagi siapa yang dikehendaki-Nya, dan barang siapa yang diberi hikmah, sesungguhnya telah diberi kebaikan yang banyak dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.
(QS. Al-Baqoroh: 269)
C.     Kedudukan Ilmuan dalam al-Qur’an
Banyak istilah yang digunakan dalam al-Qur’an untuk menyebut ilmuan atau cendikiawan, antara lain:
1.      Ulama, yaitu orang yang berilmu (QS al- Fathir: 28)
2.      Ulu al-Nuha, orang yang berpikir secara tertib dan sistematis, sehingga mampu mengambil kesimpulan (QS Thaha:54 dan 128).
3.      Ulu al-Ilmi, identik dengan istilah ulama, yakni orang yang memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan (QS. Ali-Imron:18).
4.      Ulu al-Absar, yaitu orang yang tajam dan cermat dalam melihat realitas objektif kehidupan (QS an-Nur: 44)
5.      Ulu al-Albab, yaitu orang yang aktif dalam memerankan rasa dan rasionya secara seimbang (QS. Ali-Imron:190-191).
Secara umum, keberadaan mereka dalam Islam adalah sebagai orang yang memiliki ilmu dan dapat berbuat atau beramal lebih daripada yang lainnya.Kedudukan mereka dan karakternya banyak dijelaskan dalam ayat-ayat al-Qur’an antara lain dalam QS. Al- Ankabut: 43)
šù=Ï?urã@»sVøBF{$#$ygç/ÎŽôØnSĨ$¨Z=Ï9($tBur!$ygè=É)÷ètƒžwÎ)tbqßJÎ=»yèø9$#ÇÍÌÈ

 Artinya:
Dan perumpamaan itulah kami berikan kepada seluruh umat manusia, tetapi tidak dapat memahami, melainkan orang-orang yang berilmu pengetahuan. (QS. Al-Ankabut:43).
Betapa pentingnya kedudukan ulama dalam pandangan Islam. Rasanya tidak ada satu tingkat atau derajat pun yang melibehi derajat ulama atau intelektual muslim, bahkan Nabi Saw menyebutkan bahwa mereka disamakan dengan derajat Nabi atau minimanya dijadikan sebagai ahli warisnya.Dalam hadist yang artinya: ‘Para alim ulama adalah ahli waris Nabi.’ (H.R Abu Dawud dan Tirmidzi).[12]

D.    Pandangan Islam tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Roger Linclon Shinn (Teolog Amerika) pernah mengatakan bahwa ‘the big issues cannot be left to technologists who are etniccally illiterate or to moralists who are technically ignorant’ (masalah-masalah besar kemanusiaan jangan diserahkan kepada ahli teknologi yang tidak tahu apa-apa tentang etika (agama), atau ketangan kaum moralitas (agamawan yang tidak tahu apa-apa tentang tekhnologi). Albert Einstein pada waktu itu juga pernah mengatakan ‘science without religion is lame and religion without science is blind’(ilmu tanpa agama akan lumpuh dan agama tanpa ilmu akan buta).[13]
            Ilmu pengetahuan diperintahkan Rasullah untuk dicari, tanpa mengenal batas waktu, sejak lahir hingga mati, diamana saja, sekalipun sampai di Negeri China (hadist) bahwa setiap ilmu wajib bagi tiap muslim. Dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat yang mendorong umat Islam untuk melakukan ‘intishar’ (penelitian dan pengamatan) serta menggunakan akalnya untuk berpikir. Ilmuan muslim berkeyakinan bahwa pengetahuan apapun yang dia miliki, walaupun dalam kenyataan hasil penelitiannya sendiri, baik secara induktif maupun deduktif, sebenarnya itu adalah berkat petunjuk dan bimbingan Allah yang merupakan sumber segala ilmu Mahasuci Engaku, tidak ada yang kami ketahui, selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkau yang Maha mengetahui lagi Mahabijaksana (QS. Al-Baqoroh: 32).[14]
            Selain itu ada alasan yang menyebabkan para Ulama Islam dalam berbagai bidang Ilmu Pengetahuan baik agama maupun umum semangat untuk mencari ilmu, diantara sebabnya adalah:
1.      Al-quran sendiri mengajarkan supaya manusia memperdalam pengrtahuannya dalam berbagai Ilmu Pengatahuan.
2.      Ayat-ayat al-qur’an banyak yang menyinggung persoalan-persoalan ilmiah walaupun secara garis besarnya saja. Karena itu ulama ingin membuktikan kebenaran ayat-ayat itu dengan penyelidikan secara mendalan.
3.      Rasa tanggungjawab para ulama terhadap pemeliharaan, penyiaran al-qur’an mendorong mereka untuk menciptakan dan menyusun berbagai macam disiplin ilmu yang berhubungan dengan al-qur’an.[15]
Menurut Harun Yahya (2002: 4) Agama mendorong sains. Seseorang yang menggunakan akal dan mengikuti nuraninya, akan dengan cepat menangkap kemustahilan pernyataan bahwa dunia berbentuk secara kebetulan. Singkatnya orang yang berpikir dengan menggunakan kemampuan ini, tentu menyadari tanda-tanda Alloh dengan sejelas-jelasnya.[16]
Dr. Yusuf Qardhawi (1998:117) mengatakan ilmu bagi manusia adalah agama, maksudnya bahwa kitab suci kita dan Sunnah Nabi kita mengajak kepada ilmu dan menganggapnya sebagai ibdah dan Faridhah, baik ilmu agama maupun ilmu dunia. Atau, baik itu ilmu yang berasal dari wahyu maupun yang berasal dari alam semesta. Sedangkan agama bagi ilmu adalah bahwa agama kita tidak berdiri diatas sikap taklid dan fanatic terhadap nenek moyang atau kepada para pemimpin besar sebaliknya, al-Qur’an memerangi dengan cara yang paling tegas sikap tersebut serta mengajak semua orang membangun akidahnya diatas bukti-bukti dan keyakinan-keyakinan, tidak atas prasangka dan praduga.[17]



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Ilmu pengetahuan atau sains adalah himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui suatu proses pengkajian secara empiric dan dapat diterima oleh rasio. Sementara teknologi adalah penerapan konsep ilmiah yang tidak hanya bertujuan menjelaskan gejala-gejala alam untuk pengertian dan pemahaman.
2.      Para filusuf atau pemikir berpendapat cara mendapat ilmu pengatahuan ada tiga:Empirisme, rasionalisme dan intuisisme.Semntara menurut al-Qur’an ada dua cara : menggunakan dan memanfaatkan pengalaman orang lain, baik dari kalangan dulu maupun sekarang dan menggunakan akal dalam upaya mencari kebenaran agar agar memperoleh petunjuk atau hidayah.
3.      Kedudukan ulama menurut Rasulullah adalah adalah ahli waris Nabi.
4.      Agama memberikan dorongan yang sangat besar sekali agar manusia menuntut ilmu.

B.     Saran

            Demikianlah apa yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena keterbatasan pengetahuan dan kekurangan rujukan atau referensi yang berhubugan dengan makalah ini, penulis berharap mengenai kritikan dan masukan terhadap makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca yang budiman.




C.    Daftar Pustaka

Anwar, Ali Yusuf. Islam dan Sains Modern Sentuhan Islam terhadap berbagai Disiplin Ilmu. Bandung: CV Pustaka Setia, 2006.
Dendy Sugono. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi Keempat. Jakarta: PT gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2012.
Harun Yahya. Al-Qur’an dan Sains. Bandung: PT. Syamil Cipta Media, 2002.
Hasan, Maimunah. Al-Qur’an dan Ilmu Gizi. Yogyakarta: Madani pustaka, 2001.
Madjid, Nurcolish. Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan. Bandung: Mizan, 1992.
Nawawi, Ismail. Manajemen Pengetahuan. Bandung: Ghalia Indonesia, 2012.
Qardhawi, Yusuf, Al-Qur’an Berbicata Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gema Insani, 1998
Siswanto Masruri, Agama dan Modernisme Membaca Kembali Piramida Peradaban Islam (Makalah Dosen, Program Pasca sarjana Universitas Muhammadiyah Ponorogo, 2014.



[1] Maimunah Hasan, Al-Qur’an dan Ilmu Gizi (Yogyakarta: Madani Pustaka, 2001), 7.
[2]Ibid, a. 8
[3]Dendy Sugono.Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi Keempat. Jakarta: PT gramedia Pustaka Utama, 101
[4]Ibid, k 1422
[5] Ali Anwar Yusuf, Islam dan Sains Modern Sentuhan Islam terhadap Berbagai Disiplin Ilmu (Bandung: CV. Pustaka Setiaa), 279
[6] Ismail Nawawi, manajemen Pengetahuan (Bogor: Ghalia Indonesia), 19
[7] Nurcolish Madjid, Islam, kemoderan, dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan), 264.

[9] Ali Anwar Yusuf, Islam dan Sains Modern..........,21
[10]Ali Anwar Yusuf, Islam dan Sains Modern.......,22
[11] Ali Anwar Yusuf, Islam dan Sains Modern .......,23
[12]Ali Anwar Yusuf, Islam dan Sains Modern ..........,291-292
[13] Siswanto Masruri, Agama dan Modernisme Membaca Kembali Piramida Peradaban Islam (Makalah Dosen, Program Pasca sarjana Universitas Muhammadiyah Ponorogo, 2014.
[14] Ali Anwar Yusuf, Islam dan Sains Modern..............,292
[15] Maimunah Hasan, Al-Qur’an dan...........................,16
[16] Harun Yahya. Al-Qur’an dan Sains.Bandung: PT. Syamil Cipta Media, 4
[17] Yusuf Qardhawi. Al-Qur’an Berbicata Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Gema Insani), 117

No comments:

Post a Comment