BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an al-Karim sebagai suatu
mukjizat yang terbesar bagi Nabi Muhammad Saw, amat dicintai oleh kaum muslimin
karena fashahah (ketepatan sasaran) serta balaghah (keindahan
ucapan)-nya sehingga sangat patut dijadikan sumber kebahagiaan hidup didunia
dan diakherat. Kecintaan umat terhadap al-Qur’an terbukti dengan perhatian umat
besar terhadap pemeliharanya semenjak turunnya pada masa Rasulullah hinggatersusun
sebagai suatu mushaf dimasa Ustman bin Affan. Kemudian setelah Ustman mereka
memperbaiki tulisannya dan menambah harakat dan titik pada huruf-hurufnya, agar
mudah dibaca oleh umat Islam yang belum mengerti bahasa Arab.[1]
Karena kecintaannya kepada al-Qur’an
dan untuk membuktikan kebenarannya, maka banyak para Ulama dan ilmuan yang
mengupas isinya dengan cara menyusun dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan,
seperti, bahasa Arab, syari’at, filsafat, akhlak, ekonomi, dan lain sebagainya.
Sehingga menjadi buku-buku ilmiah yang memenuhi perpustakan-perpustakan Islam
dikota-kota besar seperti Baghdad, Mesir, Cordova dan lain-lain.Mereka
melakukan semua itu dalam rangka manifestasi ayat-ayat Alloh yang berhubungan
dengan Ilmu Pengetahuan.[2]
Kecintaan Ulama
dan Ilmuan terhadap al-Qur’an menjadikan berkembangnya Ilmu dan melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan yang
baru. Namun bagaimanakah pandangan al-Qur’an mengenai Ilmu pengetahuan?makalah
ini akan membehas pandangan al-Qur’an mengenai Ilmu Pengetahuan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan Ilmu Pengetahuan dan teknologi?
2.
Bagaimana
seseorang mendapatkan ilmu pengetahuan?
3.
Bagaimana
pandangan ilmuan menurut Rasullulah?
4.
Bagaimana
pandangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam al-Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu
Pengetahuan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia
ilmu pengetahuan adalah suatu bidang yang tersusun secara system menurut metode
tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu dibidang pengetahuan.[3]sementara
teknologi adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis; ilmu pengetahuan
terapan.[4]
Ilmu pengetahuan atau disebut juga
dengan sains, secara singkat dan sederhana dapat didefinisikan sebagai
‘Himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui suatu proses pengkajian
secara empiric dan dapat diterima oleh rasio’. Adapun teknologi adalah
‘penerapan konsep ilmiah yang tidak hanya bertujuan menjelaskan gejala-gejala
alam untuk pengertian dan pemahaman’, namun lebih jauh lagi bertujuan untuk
memanipulasi factor-faktor yang terkait dalam gejala-gejala tersebut, untuk
mengontrol dan mengarahkan proses yang terjadi. jadi teknologi befungsi sebagai
sarana memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia. Dengan kata lain,teknologi
adalah penerapan sains secara sistematis untuk menegetahui dan mengendalikan
alam disekeliling kita, dalam suatu proses produktif ekonomis untuk
menghasilkan sesuatu yang bernmanaat bagi umat manusia.[5]
Menurut Probst, Raub dan Romhardt
(2000), pengetahuan adalah keseluruhan kognisi dan keterampilan yang digunakan
oleh manusia untuk memecahkan masalah. Sedangkan definisi paling sederhana dari
pengetahuan adalah kapasitas untuk melakukan tindakan.[6]
Kedua definisi tersebut menjelaskan
bawasannya antara ilmu pengetahuan dan teknologi disamping memiliki nisbah
atau keterkaitan yang sangat erat, juga memiliki peran dan fungsi yang sama. Nisbah
antara ilmu pengetahuan dan teknologi adalah keberadaan teknologi merupakan
penerapan seluruh konsep atau teori yang terdapat didalam ilmu
penegtahuan.Adapun didalam peran dan fungsinya, ilmu pengetahuan atau
tekhnologi sama-sama merupakan jembatan yang menghubungkan seluruh kekayaan
alam dan sumberdaya dengan kebutuhan manusia secara materiel.
Sementara Nurcholish madjid (1992:
264) mencarengatakan penggunaan kata versus di dalam bukunya hanyalah untuk
mencari kemudahan dallam pemilihan kata maka tidak dikehendaki penefsiran
langsung atas arti pertentangan.Kepercayaan tidak selalu bertentangan dengan
ilmu pengetahuan, begitulah banyak klaim dari tokoh agama, dan hal ini didukung
oleh banyak bukti, sejarah umat manusia telah memuat bukti-bukti bahwa hubungan
antara kepercayaan (agama) dan ilmu pengetahuan tidak selalu
harmonis.Antagonisme diantara keduanya, sebagaimana diwakili oleh
masing-masingpendukungnya, untuk mempengaruhi kehidupan yang orang banyak dalam
jangka waktu yang cukup lama.[7]
Perbedaan antara substansi wilayah
ilmu dan agama sebenenimbulkanarnya telah menimbulkan pencairan metode dan
pendekatan yang tepat dalam studi agama (Islam). Albert Einstein (1897-1955),
seorang Ahli Fisika dari Jerman penemu teori relativitas telah membuka jalan
baru bagi Ilmu Fisika sehingga ia mendapat hadiah Nobel pada tahun 1931. Ketika
menulis ‘i Belong to the rank the
religion man’, ia menyatakan bahwa tugas mulia Ahli Fisika adalah menemukan
hokum-hukum dasar universal. Yang dari hkum-hukum tersebut, kosmos dapat
dibangun dengan deduksi murni.Pengetahuan demikian terdapat pada pusat
keagamaan yang hakiki.Dalam pengertian ini, dan hanya dalam pengertian
inilah,Enistein termasuk golongan orang-orang yang religious penuh pengabdian.
Emosi yang paling indah dan paling mendalam adalah kesadaran akan
perkara-perkara yang sifatnya spiritual.[8]
B.
Cara Memperoleh
Ilmu Pengetahuan
Sampai saat ini para filosof masih
berselisih pendapat tentang cara-cara memperoleh ilmu pengetahuan.dari polemik
berkepanjangan sampai saat ini lahir beberapa pendapat atau aliran diantanya empirisme,
rasionalisme dan intuisisme.[9]
Empirisme berasal dari bahasa Yunani artinya pengalaman.Menurut paham ini,
manusia memperoleh ilmu pengetahuan melelui pengelaman indranya.Manusia pada
awal kelahirannya kosong, tidak memiliki pengetahuan apapun kemudian
penalamannyalah yang mengisi jiwa yang kosong itu.Dari situlah dia mulai
menerima pengetahuan.namun, fungsi dan peran indra sangat terbatas sehingga
memiliki banyak kelemahan, diantaranya benda besar ditempat jauh terlihat
kecil, atau benda lurus dimasukkan kedalam air terlihat bengkok. Oleh karena
itu pengetahuan yang dihasilkan berdasarkan empirisme sangat relatif dan
kurang diterima oleh para filusuf, terutama menurut orang-orang yang menganut
paham rasionalisme.
Kemudian muncul aliran rasionalisme,
aliran ini menyatakan bahwa pengetahuan yang benar hanya dapat diperoleh dan
diukur dengan akal. Menurut aliran rasionalisme, kekeliruan pada empirisme
yang disebabkan kelemahan indra dapat dikoreksi jika akal digunakan. Benda
besar terlihat kecil karean benda itu berada ditempat yang jauh sehingga
bayangan yang jauh dimata tampak kecil, begitu pula benda lurus yang terlihat
bengkok. Kendatipun demikian rasionalime tidak mengingkari peran indra
dalam memperoleh pengetahuan. pengelaman indra diperlukan untuk merangsang akal
dan memberrikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja secara efektif.
Kerjasama antara empirisme dan rasionalisme ini memunculkan
metode sains (scientific method) metode ini pada akirnya melahirkan
pengetahuan sains (scientific knowlage) atau pengetahuan ilmiah atau
ilmu pengetahuan.kendatipun demikian, menurut aliran rasionalisme, sampainya
manusia kepada kebenaran adalah semata-mata dengan akal.[10]
Bukan hanya indra yang terbatas,
akal juga tebatas, sebab setiap objek yang ditangkap, baik oleh indera maupun
oleh akal selalu berubah sehingga pengetahuan juga tidak pasti. Indra dan akal
hanya dapat memahami suatu objek bila mengonsentrasikan dirinya pada objek
tersebut, namun indra dan akal tidak dapat mengetahuinya secara keseluruhan, ia
hanya mengetahui bagian-bagian itu digabungkan menjadi satu. Adanya
keterbatasan indera dan akal mendorong para filusuf untuk menemukan kemampuan
tingkat tinggi yang melebihi kemampuan indera dan akal, yaitu intusis (intuisisme).Dengan
intuisi manusia dapat memahami kebenaran yang utuh, tetap dan menyeluruh,
intuisi ini dapat menangkap objek secara langsung, tanpa melalui pemikiran yang
panjang.
Terlepas dari aliran-aliran tesebut,
al-Qur’an menawarkan metode ilmih yang realistis dan simultan, jauh dari
perdebatan teoritis dan hipotitis yang menyababkan perbedaan pemikiran dan
pemahaman.Dalam operasinya metode ini ditopang oleh dua factor.Pertama,
menggunakan dan memanfaatkan pengalaman orang lain, baik dari kalangan dulu
maupun sekarang.Kedua, menggunakan akal dalam upaya mencari kebenaran
agar agar memperoleh petunjuk atau hidayah, dalam hal ini al-Qur’an
mengisyaratkan:
¨bÎ)Îûy7Ï9ºs3tò2Ï%s!`yJÏ9tb%x.¼çms9ë=ù=s%÷rr&s+ø9r&yìôJ¡¡9$#uqèdurÓÎgx©ÇÌÐÈ
Artinya:
‘Sesungguhnya pada yang demikian itu
bener-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang
menggunakan penndengarannya, sedang ia menyaksikannya.
(QS. Qof :37).
Disamping itu, ayat al-Qur’an tersebut juga mengisyaratkan
media yang digunakan oleh kedua factor tersebut, yakni factor pertama melalui
pendengaran dan factor kedua menggunakan akal, namun al-Qur’an tidak hanya
memberikan isyarat, lebih jauh ia meletakkan kerangka-kerangka ilmiahnya yang
sangat cermat dan mendetail. Kerangka-kerangka ilmiah tersebut adalah berikutini
.[11]
Factor pertama:Pewarisan pengalaman
aktor pertama ini didasarkan atas
bangkitnya setiap genarasi untuk mengajarkanpengalaman dan aneka pengetahuan
kepada generasi berikutnya. Meeka yang pandai bersedia memberikan petunjuk
kepada yang belum pandai. Dengan cara inilah, umat manusia akan lebih maju dan
berkembang baik al-Qur’an maupun hadist telah meletakkan kandungan yang cukup
tegas dan jelas agar pengetahuan sampai pada akal dan pendengaran.
factor kedua, Pemikiran logis
factor kedua ini merupakan factor
pengalaman praktis yang didasarkan atas pemikiran logis. Hal ini telah
digambarkan al-Qur’an dengan dasar-dasar sebagai berikut
1.
Harus
membebaskan pikiran dari belengu taqlid atau tradisi yang diwariskan secara
turun temurun dari nenek moyang serta dari kungkungan yang meliputi kita sejak
kecil. Dengan cara ini, kita dapat berpikir dan meneliti secara bebas dan
netral, sehingga dapat memperoleh kebenaran yang otentik.
@»s%öqs9urr&Oä3çGø¤Å_3y÷dr'Î/$£JÏBöN?y_urÏmøn=tãö/ä.uä!$t/#uä((#þqä9$s%$¯RÎ)!$yJÎ/OçFù=Åöé&¾ÏmÎ/tbrãÏÿ»x.ÇËÍÈ
Artinya:
(Rosul)
berkata: apakah kamu akan mengikutinya juga, sekalipun aku membewa untukmu
agama yang lebih nyata member petunjuk dari apa yang kamu dapati dari
bapak-bapakmu mengenutnya? Mereka menjwab: sesungguhnya kami mengingkari agama
yang kamu disuruh untuk menyamaikannya. (QS
Az-Zukhuf: 24)
2. Al-Qur’an mengajak kita menggunakan
panca indra dan akal dalam mengamati pengalaman, baik yang bersifat materiil
maupun spiritual. Indera dan akal saling menyempurnakan anrata keduanya tidak
tepisash dan tidak berdiri sendiri sebagaimana di kalaim oleh filsafat empirisme
dan rasionalisme.
ª!$#urNä3y_t÷zr&.`ÏiBÈbqäÜç/öNä3ÏF»yg¨Bé&wcqßJn=÷ès?$\«øx©@yèy_urãNä3s9yìôJ¡¡9$#t»|Áö/F{$#urnoyÏ«øùF{$#ur öNä3ª=yès9crãä3ô±s?ÇÐÑÈ
Artinya:
Dan
Alloh telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu apapun, kemudian Dia (Alloh) memberi kamu pen-Ndengaran, pernglihatan,
dan hati agar kamu bersyukur.
(QS.
An-Nahl: 78).
3. Selain indera dan akal, ada lagi
pemberian Alloh yang tersembunyi yang dianamakan hikmah, orang-orang sufi menyebutnya
basirah mulbamah, sedangkan para filosof modern menyebutnyaintuisi. Disamping
al-Hikamh Alloh memberi an-nur/ cahaya dan al-fariqahatau al-furqon,
artinya pembeda antara yang haq dengan yang batil. Hikmah ini tidak bisa diketahui dengan akal dan indra,
tetapi bisa diketaui dengan apa dibalik itu. Ahli psikologi menyebutnya indra
keenam. Kekuatan tersembunyi tersebut diberikan Alloh kepada orang yang sudah
mencapai derajat taqqarub (dekat) kepada-Nya.
ÎA÷sãspyJò6Åsø9$#`tBâä!$t±o4`tBur|N÷sãspyJò6Åsø9$#ôs)sùuÎAré&#Zöyz#ZÏW23$tBurã2¤tHwÎ)(#qä9'ré&É=»t6ø9F{$#ÇËÏÒÈ
Artinya:
Allah memberikan hidayah bagi siapa yang dikehendaki-Nya, dan
barang siapa yang diberi hikmah, sesungguhnya telah diberi kebaikan yang banyak
dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.
(QS. Al-Baqoroh: 269)
C.
Kedudukan
Ilmuan dalam al-Qur’an
Banyak istilah yang digunakan dalam
al-Qur’an untuk menyebut ilmuan atau cendikiawan, antara lain:
1.
Ulama, yaitu orang yang berilmu (QS al- Fathir: 28)
2.
Ulu al-Nuha, orang yang berpikir secara tertib dan sistematis, sehingga mampu
mengambil kesimpulan (QS Thaha:54 dan 128).
3.
Ulu al-Ilmi, identik dengan istilah ulama, yakni orang yang memiliki dan
menguasai ilmu pengetahuan (QS. Ali-Imron:18).
4.
Ulu al-Absar, yaitu orang yang tajam dan cermat dalam melihat realitas objektif
kehidupan (QS an-Nur: 44)
5.
Ulu al-Albab, yaitu orang yang aktif dalam memerankan rasa dan rasionya secara
seimbang (QS. Ali-Imron:190-191).
Secara
umum, keberadaan mereka dalam Islam adalah sebagai orang yang memiliki ilmu dan
dapat berbuat atau beramal lebih daripada yang lainnya.Kedudukan mereka dan
karakternya banyak dijelaskan dalam ayat-ayat al-Qur’an antara lain dalam QS.
Al- Ankabut: 43)
ù=Ï?urã@»sVøBF{$#$ygç/ÎôØnSĨ$¨Z=Ï9($tBur!$ygè=É)÷ètwÎ)tbqßJÎ=»yèø9$#ÇÍÌÈ
Artinya:
Dan perumpamaan itulah kami berikan kepada seluruh umat manusia,
tetapi tidak dapat memahami, melainkan orang-orang yang berilmu pengetahuan. (QS. Al-Ankabut:43).
Betapa pentingnya kedudukan ulama dalam pandangan Islam. Rasanya
tidak ada satu tingkat atau derajat pun yang melibehi derajat ulama atau
intelektual muslim, bahkan Nabi Saw menyebutkan bahwa mereka disamakan dengan
derajat Nabi atau minimanya dijadikan sebagai ahli warisnya.Dalam hadist yang
artinya: ‘Para alim ulama adalah ahli waris Nabi.’ (H.R Abu Dawud dan
Tirmidzi).[12]
D.
Pandangan Islam
tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Roger Linclon Shinn (Teolog Amerika)
pernah mengatakan bahwa ‘the big issues cannot be left to technologists who
are etniccally illiterate or to moralists who are technically ignorant’
(masalah-masalah besar kemanusiaan jangan diserahkan kepada ahli teknologi yang
tidak tahu apa-apa tentang etika (agama), atau ketangan kaum moralitas
(agamawan yang tidak tahu apa-apa tentang tekhnologi). Albert Einstein pada
waktu itu juga pernah mengatakan ‘science without religion is lame and
religion without science is blind’(ilmu tanpa agama akan lumpuh dan agama
tanpa ilmu akan buta).[13]
Ilmu pengetahuan diperintahkan Rasullah untuk dicari, tanpa
mengenal batas waktu, sejak lahir hingga mati, diamana saja, sekalipun sampai
di Negeri China (hadist) bahwa setiap ilmu wajib bagi tiap muslim. Dalam
al-Qur’an terdapat banyak ayat yang mendorong umat Islam untuk melakukan ‘intishar’
(penelitian dan pengamatan) serta menggunakan akalnya untuk berpikir. Ilmuan
muslim berkeyakinan bahwa pengetahuan apapun yang dia miliki, walaupun dalam
kenyataan hasil penelitiannya sendiri, baik secara induktif maupun deduktif,
sebenarnya itu adalah berkat petunjuk dan bimbingan Allah yang merupakan sumber
segala ilmu Mahasuci Engaku, tidak ada yang kami ketahui, selain apa yang
telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkau yang Maha mengetahui lagi
Mahabijaksana (QS. Al-Baqoroh: 32).[14]
Selain itu ada
alasan yang menyebabkan para Ulama Islam dalam berbagai bidang Ilmu Pengetahuan
baik agama maupun umum semangat untuk mencari ilmu, diantara sebabnya adalah:
1.
Al-quran
sendiri mengajarkan supaya manusia memperdalam pengrtahuannya dalam berbagai
Ilmu Pengatahuan.
2.
Ayat-ayat
al-qur’an banyak yang menyinggung persoalan-persoalan ilmiah walaupun secara
garis besarnya saja. Karena itu ulama ingin membuktikan kebenaran ayat-ayat itu
dengan penyelidikan secara mendalan.
3.
Rasa
tanggungjawab para ulama terhadap pemeliharaan, penyiaran al-qur’an mendorong
mereka untuk menciptakan dan menyusun berbagai macam disiplin ilmu yang
berhubungan dengan al-qur’an.[15]
Menurut Harun
Yahya (2002: 4) Agama mendorong sains. Seseorang yang menggunakan akal dan
mengikuti nuraninya, akan dengan cepat menangkap kemustahilan pernyataan bahwa
dunia berbentuk secara kebetulan. Singkatnya orang yang berpikir dengan
menggunakan kemampuan ini, tentu menyadari tanda-tanda Alloh dengan sejelas-jelasnya.[16]
Dr. Yusuf
Qardhawi (1998:117) mengatakan ilmu bagi manusia adalah agama, maksudnya bahwa
kitab suci kita dan Sunnah Nabi kita mengajak kepada ilmu dan menganggapnya
sebagai ibdah dan Faridhah, baik ilmu agama maupun ilmu dunia. Atau, baik itu
ilmu yang berasal dari wahyu maupun yang berasal dari alam semesta. Sedangkan
agama bagi ilmu adalah bahwa agama kita tidak berdiri diatas sikap taklid dan
fanatic terhadap nenek moyang atau kepada para pemimpin besar sebaliknya,
al-Qur’an memerangi dengan cara yang paling tegas sikap tersebut serta mengajak
semua orang membangun akidahnya diatas bukti-bukti dan keyakinan-keyakinan,
tidak atas prasangka dan praduga.[17]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Ilmu
pengetahuan atau sains adalah himpunan pengetahuan manusia yang
dikumpulkan melalui suatu proses pengkajian secara empiric dan dapat diterima
oleh rasio. Sementara teknologi adalah penerapan konsep ilmiah yang tidak hanya
bertujuan menjelaskan gejala-gejala alam untuk pengertian dan pemahaman.
2.
Para filusuf
atau pemikir berpendapat cara mendapat ilmu pengatahuan ada tiga:Empirisme,
rasionalisme dan intuisisme.Semntara menurut al-Qur’an ada dua cara :
menggunakan dan memanfaatkan pengalaman orang lain, baik dari kalangan dulu
maupun sekarang dan menggunakan akal dalam upaya mencari kebenaran agar agar
memperoleh petunjuk atau hidayah.
3.
Kedudukan ulama
menurut Rasulullah adalah adalah ahli waris Nabi.
4.
Agama memberikan
dorongan yang sangat besar sekali agar manusia menuntut ilmu.
B. Saran
Demikianlah
apa yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena
keterbatasan pengetahuan dan kekurangan rujukan atau referensi yang berhubugan
dengan makalah ini, penulis berharap mengenai kritikan dan masukan terhadap
makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan
umumnya bagi pembaca yang budiman.
C.
Daftar Pustaka
Anwar,
Ali Yusuf. Islam dan Sains Modern
Sentuhan Islam terhadap berbagai Disiplin Ilmu. Bandung: CV Pustaka Setia,
2006.
Dendy
Sugono. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa. Edisi Keempat. Jakarta: PT gramedia Pustaka Utama Jakarta,
2012.
Harun
Yahya. Al-Qur’an dan Sains. Bandung:
PT. Syamil Cipta Media, 2002.
Hasan,
Maimunah. Al-Qur’an dan Ilmu Gizi.
Yogyakarta: Madani pustaka, 2001.
Madjid,
Nurcolish. Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan. Bandung: Mizan, 1992.
Nawawi,
Ismail. Manajemen Pengetahuan.
Bandung: Ghalia Indonesia, 2012.
Qardhawi,
Yusuf, Al-Qur’an Berbicata Tentang Akal
dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gema Insani, 1998
Siswanto
Masruri, Agama dan Modernisme Membaca Kembali Piramida Peradaban Islam
(Makalah Dosen, Program Pasca sarjana Universitas Muhammadiyah Ponorogo, 2014.
[1]
Maimunah Hasan, Al-Qur’an dan Ilmu Gizi (Yogyakarta: Madani Pustaka,
2001), 7.
[2]Ibid,
a. 8
[3]Dendy Sugono.Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.
Edisi Keempat. Jakarta: PT gramedia Pustaka Utama, 101
[5] Ali Anwar
Yusuf, Islam dan Sains Modern Sentuhan Islam terhadap Berbagai Disiplin Ilmu
(Bandung: CV. Pustaka Setiaa), 279
[6]
Ismail Nawawi, manajemen Pengetahuan
(Bogor: Ghalia Indonesia), 19
[7] Nurcolish
Madjid, Islam, kemoderan, dan
Keindonesiaan (Bandung: Mizan), 264.
[9] Ali Anwar
Yusuf, Islam dan Sains Modern..........,21
[10]Ali Anwar
Yusuf, Islam dan Sains Modern.......,22
[11] Ali Anwar
Yusuf, Islam dan Sains Modern .......,23
[12]Ali Anwar
Yusuf, Islam dan Sains Modern ..........,291-292
[13]
Siswanto Masruri, Agama dan Modernisme Membaca Kembali Piramida Peradaban
Islam (Makalah Dosen, Program Pasca sarjana Universitas Muhammadiyah
Ponorogo, 2014.
[14]
Ali Anwar Yusuf, Islam dan Sains Modern..............,292
[15]
Maimunah Hasan, Al-Qur’an dan...........................,16
[16]
Harun Yahya. Al-Qur’an dan Sains.Bandung:
PT. Syamil Cipta Media, 4
[17]
Yusuf Qardhawi. Al-Qur’an Berbicata
Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Gema Insani), 117
No comments:
Post a Comment