Thursday, December 11, 2014

aham khautsar

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia adalah hamba yang disayangi Allah SWT, maka manusia diberi petunjuk agar dalam menjalani hidupnya bisa selamat dunia dan akhirat. Salah satu petunjuk yang diberikan Allah SWT kepada manusia adalah kitab suci Al-Quran yang merupakan sumber hukum yang pertama sebelum As-Sunnah. Oleh karena itu manusia seyogyanya harus paham isi yang terkandung dalam Al-Quran. Dalam memahami Al-Quran bukan sekedar menggali artinya saja tetapi mengetahui juga sebab kejadian mengapa ayat Al-Quran tersebut turun. Karena turunnya Al-Quran dibagi dalam dua kategori. Pertama kategori yang turun tanpa didahului oleh suatu kejadian atau pertanyaan. Kedua kategori yang turun dengan didahului oleh suatu kejadian atau pertanyaan.[1] Kategori yang kedua ini biasa disebut dengan Asbab An-Nuzul dalam artian sebab kejadian yang melatarbelakangi turunnya ayat Al-Quran. Asbab An-Nuzul sangat urgen sekali dalam upaya pengetahui suatu tafsir atau kandungan yang terdapat pada ayat Al-Quran. Dimana jika berpegang pada sisi artinya saja tanpa mempertimbangkan dari sisi sebab kejadian dari turunnya suatu ayat maka kesalahan dalam menafsirkan kemungkinan besar akan terjadi. Ulama menyadari bahwa kemampuan mufasir untuk memahami makna teks ayat harus didahului dengan pengetahuan tentang realitas-realitas yang memproduksi teks/ latarbelakang kejadian tersebut.[2]Maka dari itu ilmu Asbab An-Nuzul sangat diperlukan dalam penafsiran Al-Qur’an. Karena urgennya Asbab An-Nuzul maka penulis akan menjelentrehkan pengetahuan mengenai Asbab An-Nuzul


B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian Asbab An-Nuzul
2.      Macam-Macam Asbab An-Nuzul
3.      Cara Mengetahui Riwayat Asbab An-Nuzul
4.      Kedudukan dan Urgensi Asbab An-Nuzul
5.      Manfaat Asbab An-Nuzul




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Asbab An-Nuzul
Secara bahasa Asbab An-Nuzul terdiri dari dua kata yaitu asbab yang artinya alasan atau sebab dan nuzul yang berarti turun. Ungkapan Asbab An-Nuzul hanya khusus digunakan untuk sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya Al-Quran. [3]
       Sedangkan menurut istilah yang dirumuskan para ulama Asbab An-Nuzul diantaranya
·         Dr. Shubhi Ash-Shalih
Asbab An-Nuzul adalah sesuatu yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat yang memberi jawaban terhadap sebab itu atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab itu.[4]
·         Az-Zarqani
Asbab An-Nuzul adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada hubungannya dengan turunnya yat Al-Quran sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi
·         Ash-Shabuni
Asbab An-Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa atau kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.[5]
Jadi dapat disimpulkan bahwa Asbab Al-Nuzul sesuatu yang karenannya ayat itu diturunkan baik karena terjadinya sebuah peristiwa ataupun adanya sebuah pertanyaan. Maksudnya suatu peristiwa yang terjadi pada zaman Rasul atau pertanyaan yang ditanyakan kepada beliau, maka turunlah ayat yang membahas peristiwa tersebut atau jawaban dari pertanyaan tersebut.

B.     Macam-Macam Asbab An-Nuzul
1.      Redaksi Riwayat Asbab An-Nuzul
Ada dua jenis riwayat yang digunakan oleh perawi dalam mengungkapkan riwayat Asbab An-Nuzul yaitu sharih (jelas) dan muhtamilah (belum jelas/kemungkinan).
Redaksi sharih pasti menunjukkan Asbab An-Nuzul dan tidak mungkin menunjukkan yang lain.
Redaksi sharih bila perawi mengatakan.
سَبَبُ نُزُوْلِ هَذَهِ الْأَ يَةِ هَذَا.....
“sebab turun ayat ini adalah…”
Atau ia menggunakan kata “maka” (fa taqibillah) setelah ia mengatakan peristiwa tertentu. Misalnya ia mengatakan :
حَدَثَ هَذَا.....فَنَزَلَتِ الْأَيَةُ
“telah terjadi…, maka turunlah ayat..”
سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ عَنْ كَذَا.....فَنَزَلَتِ الْأَتَةُ.....
Rasulullahpernah ditanya tentang…, maka turunlah ayat..”
Contoh riwayat Asbab An-Nuzul yang menggunakan redaksi sharih adalah sebuah riwayat yang dibawakan oleh Jabir bahwa orang-orang Yahudi berkata “apabila seorang suami mendatangi qubul istrinya dari belakang, maka anak yang dilahirkannya akan juling “. Maka turunlah ayat : .
نِسَاؤُكُمْحَرْثٌلَكُمْفَأْتُواحَرْثَكُمْأَنَّىٰشِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوالِأَنْفُسِكُمْ ۚ وَاتَّقُوااللَّهَوَاعْلَمُواأَنَّكُمْمُلَاقُوهُ ۗ وَبَشِّرِالْمُؤْمِنِينَ
 “istri - istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki “ (QS Al-Baqarah :223)

Sedangkan redaksi yang digunakan termasuk Muhtamilah bila perawi mengatakan :
نَزَلَتْ هَذِهِ الْأَيَةُ فِى كَذَا.....
ayat ini turun berkenaan dengan…
Misalnya riwayat ibnu Umar yang mengatakan :
نَزَلَتْ فِيْ إِتْيَانِ النِّسَاءِ فِيْ أَدْبَارِهِنَّ
ayat, istri-istri kalian adalah (ibarat) tanah tempat bercocok tanam, turun berkenaan dengan mendatangi (menyetubuhi) istri dari belakang “                    (HR Bukhari)
Atau perawi mengatakan :
أَحْسَبُ هَذِهِ الْأيَةُ نَزَلَتْ فِى كَذَا.....
Saya kira, ayat ini turun berkenaan dengan…

Atau
مَاأَحْسِبُ نَزَلَتْ هَذِهِ الْأَيَةُإِلَّا فِيْ كَذَا......
Mengenai riwayat Asbab An-Nuzul yang menggunakan redaksi Muhtamilah, Az-Zarkasy menuturkan dalam kitabnya Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Quran :
قَدْعَرَفَ مِنْ عَادَةِ الصَّحَابَةِ وَتَابِعِيْنَ أَحَدُهُمْ إِذَاقَالَ: نُزِلَتْ هَذِهِ الَأَيَةُ فِى كَذَا فَإِنَّهُ يُرِيْدُ بِذَلِكَ أَنَّهَا تَتَضَمَّنُ هَذَاالْحُكْمَ لَاأَنَّ هَذَا كَانَ السَّبَبُ فِيْ نُزُلِهَا
Sebagaimana diketahui, telah terjadi kebiasaan para sahabat Nabi SAW dan tabi’in, jika seorang diantara mereka berkata, “ayat ini diturunkan berkenaan dengan.”. Maka yang dimaksud adalah menguraikan sebab turunnya ayat.”

2.      Dari Sudut Pandang Terbilangnya Asbab An-Nuzul Untuk Satu Ayat atau Terbilangnya Ayat Untuk Asbab An-Nuzul
a.       Terbilangnya Asbab An-NuzulUntuk Satu Ayat (Ta’addud Al-Asbab Wa Al-Nazil Wahid )
Pada kenyataannya, tidak setiap ayat memiliki riwayat Asbab An-Nuzul dalam satu versi. Ada kalanya satu ayat memliki beberapa versi riwayat Asbab An-Nuzul. Tentu saja hal itu tidak akan menjadi persoalan bila riwayat-riwayat itu tidak mengandung kontradiksi. Bentuk variasi itu terkadang dalam redaksinya dan terkandung pula dalam kualitasnya. Untuk mengatasi variasi riwayat Asbab An-Nuzul dalam satu ayat dari sisi redaksinya, para ulama mengemukakan cara-cara berikut.
1). Tidak Mempermasalahkannya
       Cara ini ditempuh bila redaksinya muhtamilah karena yang dimaksud oleh setiap versi itu hanyalah sebagai tafsir belaka dan bukan sebagai Asbab An-Nuzul.
2). Mengambil Versi Riwayat Yang Menggunakan Redaksi Sharih
Cara ini ditempuh bila salah satu versi riwayat Asbab An-Nuzul tidak menggunakan redaksi sharih. Contohnya riwayat kasus seorang lelaki yang menggauli istrinya dari bagian belakang. Riwayat dari ibnu Umar “ ayat ini diturunkan berkenaan dengan menyetubuhi wanita dari belakang”. Redaksi Ibnu Umar tidak sharih. Sedangkan riwayat dari Jabir berkata “ Seorang yahudi mengatakan bahwa apabila seseorang menyetubuhi istrinya dari belakang, anak yang lahir akan juling”. Maka turunlah ayat“Nisa’ukum harsun lakum”. Dalam kasus semacam ini, riwayat Jabirlah yang harus dipakai kerena menggunakan redaksi sharih.



3). Mengambil versi yang sahih (valid)
Cara ini digunakan apabila seluruh riwayat itu menggunakan redaksi sharih tapi kualitas salah satunya tidak shahih. Misalnya dua riwayat Asbab An-Nuzul kontradiktif yang berkaitan dengan turunnya surat Adh-Dhuha ayat 1-3.
Versi pertama yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari-Muslim dari Jundab mengatakan: “Rasulullah SAW menderita sakit sehingga tidak mendirikan shalat malam selama 2 atau 3 malam, datanglah seorang wanita kepadanya lalu berkata, ‘Ya Muhammad sesungguhnyasaya berharap setan telah meninggalkanmu karena saya tidak melihat dekat denganmu selama 2 atau 3 malam’. Maka turunlah Adh-Dhuha 1-3”.
Versi kedua diriwayatkan oleh Ath-Tabrani dan Ibn Abi Syaiban dari Hafsah bin Maisarah, dari Ibunya dari neneknya, mengatakan : “Seekor anak anjing masuk ke rumah Rasulullah dan bersembunyi di bawah tempat tidur sampai mati. Oleh karena itu, selama 4 hari Rasulullah tidak menerima wahyu. Nabi berkata; wahai Khaulah! Apakah yang telah terjadi di rumah Rasulullah ? (sehingga) Jibriltidak datang kepadaku.’maka aku pun (Khaulah) berkata, ‘alangkah baiknya jika kuperiksa langsung keadaan rumahnya dan menyapu lantainya. Aku memasukkan sapu ke bawah tempat tidur dan menyeluarkan bangkai anjing darinya. Nabi kemudian datang dalam keadaan gemetar. Oleh karena itu ketika menerima wahyu, dagu Nabi selalu bergemetar. Maka Allah menurunkan surat Adh-Dhuha 1-3.
Versi yang kedua ini status riwayat kualitasnya tidak sahih. Ibn Hajar mengatakan bahwa kisah keterlambatan Nabi menerima wahyu karena anak anjing memang terkenal tetapi keberadaan sebagai Asbab An-Nuzul asing (Gharib dan sanadnya ada yang tidak dikenal). Oleh karena itu yang harus diambil adalah riwayat lain yang shahih.[6]

b.      Variasi Ayat Untuk Sebab ( Ta’addud Nazil wa As- Sabab Al-Wahid )
Terkadang banyak ayat yang turun, sedang sebabnya hanya satu. Dalam hal ini tidak ada masalah yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun dalam berbagai surat berkenaan dengan suatu peristiwa.[7] Contoh satu kejadian yang menjadi sebab bagi dua ayat yang diturunkan, sedangkan antara yang satu dengan yang lainnya berselang lama adalah sebab turunnya QS Al-Mujadalah ayat 18-19 yang diriwayatkan oleh Ibn Jarir Ath-Thabrani dan Ibn Mardawiyah dari Ibnu Abbas yang berbunyi :
Ketika Rasulullah duduk di bawah naungan pohon kurma, beliau bersabda ‘akan datang kepada kamu seorang manusia yang memandangmu dengan dua mata setan, janganlah seorang ajak kalian bicara apabila ia datang menemuimu’. Tidak lama sesudah itu, datanglah seorang lelaki yang bermata biru. Rasulullah kemudian memanggilnya dan bertanya. ‘Mengapa engkau dan teman-temanmu memakiku ?’. orang tersebut pergi dan datang kembali beserta teman-temannya. Mereka bersumpah dengan nama Allah bahwa mereka tidak menghina Nabi. Terus menerus mereka mengatakan demikian sampai Nabi memaafkannya. Maka turunlah surat At-Taubah 74, mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya) kecuali Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat itu adalah lebih baik bagi mereka dan jika mereka berpaling niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan di akhirat dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak pula penolong di muka bumi.”
      Demikian pula Al-Hakim meriwayatkan hadist ini dengan redaksi yang sama dan mengatakan, “Maka Allah menurunkan surat Al-Mujadalah ayat 18-19.[8]

C.    Cara Mengetahui Riwayat Asbab An-Nuzul
Asbab An-Nuzul adalah peristiwa yang terjadi di jaman Rasulullah SAW. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain untuk mengetahuinya selainberdasarkan riwayat yang benar dari orang-orang yang melihat dan mendengar langsung turunnya ayat Al-Quran.[9]. Untuk mengetahui Asbab Al-Nuzul secara shahih, para ulama berpegang kepada riwayat shahih yang berasal dari Rasulullah SAW atau dari sahabat. Sebab, pemberitaan seorang sahabat mengenai hali ini, bila jelas, berarti bukan pendapatnya, tetapi ia mempunyai hukum marfu’ yang disandarkan kepada Rasulullah. Generasi yang mengetahui Asbab An-Nuzul telah pergi. Para sahabat adalah sumber utama untuk mengetahui Asbab An-Nuzul, sedangkan generasi yang sesudahnya hanya cukup menukilnya. Para sahabat mempunyai indikasi-indikasi yang tersiampan dalam ketentuan hukum karena mereka telah bersama-sama Nabi SAW.[10]Menurut Al-Wahidi, “Tidak diperbolehkan main akal-akalan dalam Asbab Al-Nuzul, kecuali berdasarkan pada riwayat atau mendengar langsung dari orang-orang yang menyaksikan turunnya, mengetahui sebab-sebabnya dan membahas tentang pengertiannya serta bersungguh-sungguh dalam mencarinya”.
Inilah metodologi ulama salaf. Mereka sangat berhati-hati mengatakan sesuatu mengenai Asbab Al-Nuzul, tanpa pengetahuan yang jelas. Muhammad bin Sirin mengatakan, “Ketika kutanyakan kepada Ubaidah mengenai satu ayat Al-Qur’an, dia menjawab, bertaqwalah kepada Allah SWT dan berkatalah benar. Orang-orang yang mengetahui mengenai apa Al-Qur’an itu diturunkan telah meninggal semua”.
Maksudnya, para sahabat apabila seorang tokoh ulama semacam Ibnu Sirin yang termasuk pemuka tabi’in terkemuka sudah demikian berhati-hati dalam meriwayatkan dan cermat dalam menukil, maka hal itu menunjukkan bahwa kita harus benar-benar mengetahui Asbab Al-Nuzul. Oleh karena itu, yang dapat dijadikan pegangan dalam Asbab Al-Nuzul adalah riwayat-riwayat dari sahabat yang bersanad dan secara pasti menunjukkan Asbab Al-Nuzul. Kata As-Suyuthi, bila ucapan seorang tabi’in itu benar menunjukkan Asbab Al-Nuzul, maka ucapan itu dapat diterima. Dan mempunyai kedudukan mursal bila penyandaran kepada tabi’in itu benar dan termasuk salah seorang imam tafsir yang mengambil ilmunya dari para sahabat, seperti  Mujahid, Ikrimah, dan Said bin Jubair, serta didukung oleh hadits mursal yang lain.
Al-Wahidi mengkritik ulama zamannya atas kecerobohan mereka pada riwayat Asbab Al-Nuzul. Ia menuduh mereka pendusta dan mengingatkan mereka akan ancaman berat, dengan mengatakan, sekarang setiap orang suka mengada-ngada dan berbuat dusta, ia menempatkan kedudukannya dalam kebodohan.[11]

D.    Kedudukan dan Urgensi Asbab An-Nuzul
Mengetahui Asbab Al-Nuzul adalah cara yang terbaik untuk memahami makna yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an dan menyikap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat Al-Quran yang tidak dapat ditafsirkan tanpa mengetahui sebab nuzulnya.
Pendapat para ulama mengenai kedudukan Asbab Al-Nuzul, yaitu :

·         Imam Al-Wahidi mengatakan :
“Tidak mungkin orang bisa mengetahui tafsir suatu ayat tanpa mengetahui kisah dan penjelasan mengenai turunnya lebih dahulu”
·         Imam Ibnu Daqiqil ‘Id mengatakan :
“Keterangan sebab turunnya ayat adalah cara yang kuat dan penting dalam memahami makna-makna Al-Qur’an”
·         Ibnu Taimiyah mengatakan :
“Asbabun Nuzul sangat membantu untuk memahami ayat. Sesungguhnya dengan mengetahui sebab akan mendapatkan ilmu pengetahuan”

E.     Manfaat Asbab An-Nuzul
1.      Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam menangkap pesan Al-Qur’an. Diantaranya dalam Al-Qur’an surat Al-Baqorah ayat 115 dinyatakan bahwa timur dan barat kepunyaan Allah
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui “
Dalam kasus sholat yang dilihat secara dhohir maka seseorang boleh menghadap kemana saja yang ia kehendaki seakan-akan tidak berkewajiban untuk menghadap kiblat ketika shalat. Akan tetapi setelah melihat Asbab An-Nuzulnya ternyata interpretasi itu keliru. Sebab ayat di atas berkaitan dengan seseorang yang sedang dalam perjalanan dan melakukan sholat di atas kendaraan, atau berkaitan dengan yang berijtihad dalam menentukan arah kiblat.[12]
2.      Pengetahun Asbab An-Nuzulakan membantu seseorang untuk melakukan pengkhususan hukum terbatas pada sebab-sebab tertentu contohnya proses turunnya permulaan surat Al-Mujadalah, tepatnya kasus Aus ibn Ash-Shamit yang menzihar istrinya Khaulah binti Hakam Ibn Tsalabah. Hukum yangterkandung dalam ayat-ayat ini khusus bagi keduanya dan tidak berlaku bagi orang lain.[13]
3.      Mengetahui hikmah dan rahasia diundangkannya sebuah hukum dan perhatian syariat terhadap kepentingan umum tanpa membedakan etnik, jenis kelamin dan agama. Jika dianalisis secara cermat dan lebih mendalam, proses penetapan hukum berlangsung secara manusiawi. Misalnya penghapusan minuman keras dalam ayat-ayat Al-Quran yang diturunkan dalam empat kali tahapan yaitu QS An-Nahl ayat 67, Al-Baqarah ayat 219, An-Nisa’ ayat 43 dan Al-Maidah ayat 90-91.
4.      Mengetahui Asbab An-Nuzulakan sangat membantu dalam mendapat kejelasan tentang beberapa ayat. Misalnya Urwah bin Zubair mengalami kesulitan utuk memahami hukum fardhu sa’I dalam Shafa dan Marwa. Lalu turunlah surat Al-Baqarah ayat 158
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ ۖ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui”
          Urwah merasa kesulitan untuk dapat memahami kata “tidak ada dosa” (fa laa junahaa ‘alaih) dalam ayat di atas. Lalu ia menanyakan kepada Aisyah ra dan Aisyah menjelaskan bahwa tiada dosa yang dimaksudkan bukanlah peniadaan hukum fardhu, melainkan penolakan terhadap kenyakinan yang telah mengajar di hati kaum muslim masa itu bahwa melakukan sa’I adalah perbuatan jahiliyah yang berarti berdosa. Karena sebelum masa Islam di bukit Shafa ada sebuah patung bernama Isaf dan di bukit Marwa ada sebuah patung yang bernama Nai’lah. Jika melakukan Sa’I diantara dua bukit tersebut para orang jahiliyah mengusap kedua patung tersebut dan ketika Islam datang kedua patung tersebut dihancurkan.[14]
5.      Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu dalam hati orang yang mendengarnya.[15]
6.      Mengetahui sebab turunnya ayat Al-Qur’an adalah cara terbaik untuk memahami ayat tersebut dan menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak dapat ditafsirkan tanpa pengetahuan sebab turunnya.[16]






BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1.      Asbab Al-Nuzul sesuatu yang karenannya ayat itu diturunkan baik karena terjadinya sebuah peristiwa ataupun adanya sebuah pertanyaan. Maksudnya suatu peristiwa yang terjadi pada zaman Rasul atau pertanyaan yang ditanyakan kepada beliau, maka turunlah ayat yang membahas peristiwa tersebut atau jawaban dari pertanyaan tersebut.
2.      Dari segi redaksi ada2 jenis riwayat yang digunakan oleh perawi dalam mengungkapkan riwayat Asbab An-Nuzul yaitu sharih (jelas) dan muhtamilah (belum jelas/kemungkinan).
Dari Sudut Pandang Terbilangnya Asbab An-Nuzul Untuk Satu Ayat Atau Terbilangnya Ayat Untuk Asbab An-Nuzul ada 2 macam yaitu Terbilangnya Asbab An-Nuzul Untuk Satu Ayat (Ta’addud Al-Asbab Wa Al-Nazil Wahid) dan Variasi Ayat Untuk Sebab (Ta’addud Nazil wa As- Sabab Al-Wahid )
3.      Asbab An-Nuzul adalah peristiwa yang terjadi di jaman Rasulullah SAW. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain untuk mengetahuinya selainberdasarkan riwayat yang benar dari orang-orang yang melihat dan mendengar langsung turunnya ayat Al-Quran. Untuk mengetahui Asbab Al-Nuzul secara shahih, para ulama berpegang kepada riwayat shahih yang berasal dari Rasulullah SAW atau dari sahabat
4.      Menurut para ulama tentang kedudukan dan urgensi Asbab An-Nuzul adalah tidak mungkin orang bisa mengetahui tafsir suatu ayat tanpa mengetahui kisah dan penjelasan mengenai turunnya lebih dahulu. Karena sebab turunnya ayat adalah cara yang kuat dan penting dalam memahami makna-makna Al-Qur’an serta serta akan mendapat ilmu pengetahuan
5.      Manfaat Asbab An-Nuzul sebagai berikut
·         Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidak pastian dalam pesan Al-Quran karena merupakan cara terbaik untuk memahami ayat tersebut dan menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak dapat ditafsirkan tanpa pengetahuan sebab turunnya
·         Mengetahui rahasia dan hikmah hukum dan syariat yang disebabkan Asbab An-Nuzul serta membantu untuk mengkhusukan suatu hukum dan syariat dalam sebuah kasus
·         Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu dalam hati orang yang mendengarnya
DAFTAR PUSTAKA

Al-Husni, Muhammad bin Alwi Al-Maliki.1999. Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Bandung : CV Pustaka Setia,
Abu Zaid, Nars Hamid. 2003. Tekstualitas Al-Qur’an.Yogyakarta : LKiS Yogyakarta,
Izzan, Ahmad.2009. Ulumul Quran : Telaah Tektualitas dan Kontekstualitas AlQuran. Bandung : Kelompok Humaniora
Anwar, Rosihon.2010. Ulum Al-Quran.Bandung : CV Pustaka Setia
Qaththan, Syaikh Manna.2011. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an Jakarta : Pustaka Al-Kautsar












 



ASBAB AN-NUZUL

Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Pasca Sarjana “ Studi Qur’an dan Hadits”

 











Dosen Pengampu:
Bapak Nurul Iman

Disusun oleh :
Aham Kautsar
M. SyamsulArifin

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
201 4




[1] Muhammad bin Alwi Al-maliki Al-Husni, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Bandung : CV Pustaka Setia, 1999), 27
[2]Nars Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Qur’an (Yogyakarta : LKiS Yogyakarta, 2003), 116
[3]Rosihon Anwar, Ulum Al-Quran (Bandung : CV Pustaka Setia, 2010), 60
[4] Ahmad Izzan, Ulumul Quran ; Telaah Tektualitas dan Kontekstualitas AlQuran  (Bandung : Kelompok Humaniora, 2009), 96
[5] Rosihon Anwar, Ulum Al-Quran., 60
[6]Ibid.,67 - 72
[7]Syaikh Manna Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2011), 114
[8]Rosihon Anwar, Ulum Al-Quran., 75 -76
[9]Ibid., 65
[10]Muhammad bin Alwi Al-maliki Al-Husni, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an., 30
[11]Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an., 93-94.
[12]Rosihon Anwar, Ulum Al-Quran., 63
[13]Ahmad Izzan, Ulumul Quran ; Telaah Tektualitas dan Kontekstualitas AlQuran ., 99
[14]Muhammad bin Alwi Al-maliki Al-Husni, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.,98
[15]Rosihon Anwar, Ulum Al-Quran.,65
[16]Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar), 96

No comments:

Post a Comment