Wisuda
Terindah
Semilir
aingin menyapa siangku seolah mengucapkan salam pada ku, burung-burung berkicau
ria menandakan hari telah beranjak naik, Aku berdiri di lantai empat di
universitas yang sangat kucintai ini, mataku yang sayu tak henti melihat para mahasiswa
yang sedang asyik bercanda-tawa di plaza lantai satu kampus, seolah-oleh tiada
beban dalam diri mereka yang ada hanyalah kesenangan yang ada dalam dunia
mereka. Wajah yang selalu ceria saat orang lain bersamaku kini berubah menjadi
wajah haru, saat tiada orang seperti inilah aku dapat mengekspresikan diriku
yang sebenarnya.
Aku
mencoba meyakinkan diriku bahwa besok adalah hari yang ku tunggu hari terindah
dimana aku dapat mewujudkan keinginan orang tuaku, hari saat aku menjadikan
kedua orang tua ku akan merasa bangga memilki anak sepertiku, hari dimana
perjuangan seseorang akan membuahkan hasil, ya besok adalah hari dimana aku
akan dilantik menjadi seorang wisuda, seperti anggapan orang tua yang lain saat
anaknya wisuda pasti mereka akan sangat gembira seolah perjuangannya selama ini
untuk membiyai kuliah anaknya terbayar lunas walaupun mereka membiayai dengan
biaya yang sangat mahal namun itu tiada artinya ketika moment wisuda
dilaksanakan.
‘Ahhhhhh’ tarikan nafas
panjangku
Seolah
aku tak percaya bahwa besoklah saatnya wisuda itu akan dilaksanakan, aku
meyakinkan diriku kemudian perlahan-lahan aku meninggalkan lantai empat sepi
itu, langkah kakiku terfokus kelantai dua disana adalah tempat pengambilan
undangan dan Toga wisuda. Seperti yang kukira lantai dua dipenuhi oleh
mahasiswa yang akan mengambil toga dan undangan wisuda, diantara mereka adalah teman-teman seangkatanku dan
yang lain adalah mahasiswa dari jurusan lain.
Dari
kejauhan ada orang yang menghampiri aku, tidak lain itu adalah Andi teman sekelasku
sejak semester tiga aku kuliah
‘Lin
apa kabar’ Tanya
Andi
Baik
Ndi, kamu mau ngambil Toga ya?
Iya
lin, ngomomg-omomg besok undanganmu buat aku aja ya soalnya
Kakek
aku mau ikut masuk?
Nanti,
aku pikirkan lagi
Kebanyakan
mahasiswa sudah tau kalau orang tuaku tidak akan datang besok, tapi aku tidak
akan pernah memberikan undangan ini kepada siapapun, bagiku undangan wisuda ini
adalah bukti kerja kerasku selama ini. saat berjuang banting tulang untuk bisa terus
kuliah dan undangan ini akan aku persembahkan untuk orang yang paling kukasihi
yaitu orang tuaku.
Setelah
undangan dan toga sudah ditangan kini saatnya aku untuk berjalan pulang, jarak sekolah dengan rumahku
tidak terlalu jauh jadi setiap hari aku memutuskan untuk jalan kaki selain biar
hemat juga biar sehat. Aku harus menyiapkan waktu yang lebih karena aku
berjalan kaki, sering sekali saat perkuliahan aku terlambat karena aku berjalan
kaki, namun tidak pantas jika jalan kaki ku jadikan kambing hitam atas keterlambatanku.
Karena jalan kaki hanyalah sebagian kecil dari sekian banyak aktifitasku setiap
pagi. Setaip hari aku harus bekerja banting tulang untuk membiayai kuliahku
pekerjaan yang biasanya kulakukan adalah menjahit. Dengan membuka usaha jasa
kecil-kecilan yang ku berinama ‘Linda Sutra’ akirnya aku dapat membiayai
kuliahku sampai selesai.
Aku
sudah memulainya semenjak tiga tahun yang lalu tepatnya saat keluarga kami
harus menerima kenyataan pahit yang tak dapat kulupakan sampai saat ini, saat itu aku masih sangat mengingat saat
didalam mobil saat pulang dari berpergian aku, ibu dan ayahku saat sedang asyik
bercanda-tawa tiba-tiba ada mobil dari arah berawanan melaju sangat dan akirnya
menabrak mobil kami akirnya kami terluka dan kedua orang tuaku tidak dapat
diselamatkan.
Kisah
pahit itu belum berakir sampai disitu mobil yang menabrak keluarga kami
melarikan diri dan tidak bertanggungjawab akirnya mobil yang kami miliki
satu-satunya kami gunakan membiayai pemakaman dan perawatanku karena saat itu
luka yang ku alami sangat parah.
‘dunia
ini kejam’
itulah yang dulu aku pikirkan tentang hidup ini, namun semakin aku berpikir
begitu aku tidak bisa melupakan kejadian pahit itu. Akirnya aku mencoba untuk
bangkit kembali dan mulai menata kehidupanku yang baru, kehidupan sendiriku
yang tetap harusku hadapi dengan senyuman sepahit apapun itu.
Sesampainya
dirumah aku memandangi foto ayah dan ibuku, dalam hati aku berkata ‘ayah,
ibu aku besok wisudakalian mau datang kan?’ kata ku dalam hati, tanpa
sengaja airmataku menetes teringat pesan ibuku sebelum meninggal dunia.
‘linda,
ibu sangat ingin melihat kamu diwisuda, dengan memakai toga dan Gordon
melingkar di lehermu’
Itulah
kata-kata terakir sebelum kecelakaan maut itu terjadi, kata-kata itu seolah
menancap di pikiranku yang tidak pernah bisa aku lupakan. karena pesan itulah
aku berjuang sekuat tenaga agar bisa mewujudkan impian ibuku walau aku tahu ia
telah tiada.
Sedih
rasanya, hidup seorang diri dirumah terasa sepi, sunyi. Tetapi harus bgaimana
lagi aku hanya bisa tersenyum walau apapun yang terjadi karena hidup tidak akan
pernah berhenti. Itulah semboyanku untuk
tetap tegas menghadapi setaip dinamika kehidupan.
Tanpa
terasa mataharipun terbenam, aku memutuskan untuk tidur lebih cepat dari
biasanya. Ada banyak pesanan jahitan namun belum aku selesaikan demi sebauh
moment bersejarah yang akan terkenang sepanjang hidup.
‘inilah
saatnya’ suaraku denga penuh semangat.
Hari
yang aku nanti-nanti akirnya tiba, dimana aku dapat membuat kedua orang tuaku
merasa bangga kepadaku. Pagi-pagi aku bersiap berjalan perlahan tapi pasti
menuju tempat prosesi wisuda, jarak rumah dengan universitas tidak
menghalangiku untuk terlambat karena hari ini aku berangkat lebih pagi daripada
biasanya. Sesampainya di universitas. Aku berjalan menuju tempat yang telah
ditentukan panitia disekelilingku aku meihat teman-temanku datang bersama
keluarga besarnya
‘Selamatya
linda, perjuanganmu tidak sia-sia’ kata lussi
‘Selamat
juga buat kamu ya lus’ jawabku
Lussi
adalah kawan terdekatku ia sudah aku anggap keluargaku sendiri, bahkan dia yang
selalu membantuku saat aku dalam kesulitan seminggu sekali ia menginap
dirumahku sambil mengerjakan tugas bersama, dia juga yang selau membantu
masalah-masalahku, pernah saat itu rumahku didatangi perampok, kemudian lussi
melawan prampok itu hingga tangannya terluka walaupun lussi adalah wanita
tetapi ia tidak pernah takut degan perampok kerena sejak kecil ia belajar silat
didesanya.
‘prosesi
wisuda’
Teriak
MC pertanda bahwa wisuda akan segera dimulai, satu-persatu mahasiswa dipangil
namanya untuk dipindahkan kucirnya oleh rector sebagai simbol bahwa mahasiswa
telah resmi diwisuda. Giliranku sangat lama karena memang pada tahun ini banyak
sekali mahasiswa yang akan diwisuda setelah menunggu lama airnya MC memanggil.
‘Linda
Eka yanti’
itu adalah namaku, dengan perlahan-lahan aku mendekati rector untuk diwisuda
akirnya rector memindahkan kucirku dari kiri kekanan itu adalah simbol bahwa
aku telah diwisuda
Dan
acara wisudapun berakir seperti acara wisuda yang sering kulihat setelah acara
selesai semuanya berfoto, mungkin karena mereka tidak ingin melewatkan momen
bersejarah ini.
‘Lin ayo foto
dulu, mumpung temem-temen masih lengkap’ ajak Lussi
‘Ndak lus’ jawabku singkat.
Pikiraanku
hanya tertuju pada satu tujuan yaitu makam ayah dan ibu. Karena itu aku langsung
menuju kemakam. Sesampapinya dipemakaman aku langsung mendekat ke pemakaman
sudut belakang. Disitulah makam ayah dan ibuku dikuburkan. Dengan memakai baju
wisuda, toga dan Gordon masih melimgkar di leherku aku berjalan menuju makam
kedua orang tuaku, setelah sampai dengan spontan aku memeluk nisan ibuku tercinta
tanpa sadar air matakupun menetes.
Ibu-bapak
ini yang kalian harapkan,
Aku
sekarang sudah menjadi wisuda seperti yang
Kalian
inginkan,
Ibu-bapak
kalian bangga padaku kan?
Kalian
senangkan?
Setelah
mengucapakan kata-kata itu air mataku kian menetes, air mata yang selama ini
aku pendam seorang diri dan sekarang aku tidak mampu menahannya lagi. saat
harus berjuang sendiri menggapai impian menjadi wisuda dengan seorang tanpa
kehangatan dan belaian keluarga, tapi hari ini aku dapat menunjukan pada
semuanya bahwa aku bisa mengapai impian
itu. Dan aku yakin disurga sana ibu akan bangga padaku.
No comments:
Post a Comment